
IHSG menutup perdagangan Senin (15/9) di 7.937—naik 1,06% dengan 470 saham bergerak hijau—didukung aksi beli institusi lokal yang masuk Rp 1,3 miliar serta sentimen revisi PDB China yang menenangkan pasar global. Sektor pertambangan, logam dasar, dan batubara tampil paling cerah seiring harga nikel dan CPO rebound, sementara emiten infrastruktur pelabuhan ikut mengerek indeks setelah pemerintah mengumumkan akselerasi proyek Ibu Kota Nusantara. Reli ini memperpanjang konsolidasi 7.700-8.000 yang berlangsung sejak awal bulan; investor kini menunggu bocoran suku bunga BI besok pagi untuk menilai apakah sentimen positif cukup kuat menembus resisten psikologis berikutnya.
Penguatan IHSG 1,06% ke 7.937 pada Senin (15/9) menandai perpanjangan reli tiga hari beruntun, didorong oleh dorongan beli sporadik di 470 saham—terutama emiten consumer goods dan tambang—sementara rupiah yang kembali menyentuh Rp15.400an/USD memicu aksi koleksi dari reksa dana campuran dan dana pensiun lokal. Volume masih relatif rendah 11% di bawah rata-rata 20 hari, menandai bahwa sentimen positif belum diikuti partisipasi lembap; ini menjadi kunci apakah indeks dapat menembus resistance psikologis 8.000 dalam beberapa sesi ke depan atau justru terkoreksi untuk menguji ulang level 7.850.
Pekan ini sentimen risk-on masih bertahan di lantai bursa, terlihat dari rasio 470 saham naik versus 209 saham yang turun—angka yang memperlihatkan breadth positif di atas 65%. Penguatan tersebut tidak hanya terbatas pada emiten besar; sektor-sektor barang konsumsi, transportasi, dan infrastruktur—yang selama ini jadi favorit investor ritel—ramai di “bid” sejak awal pekan, berkat prospek pendapatan yang relatif kebal dari guncangan suku bunga tinggi. Saham-saham yang stagnan (126 emiten) kebanyakan berada di sub-sektor properti dan anak perusahaan BUMN non-bank, menandakan pelaku pasar masih selektif menunggu kebijakan PPh final DTP atau relaksasi LTV yang belum juga diklarifikasi. Bila Anda menilik kenaikan tadi masih terbatas pada blue-chip second liner—bukan second liner di luar radar—potensi rotasi ke saham-saham berkapitalisasi menengah bisa jadi katalis lanjutan, terutama menjelang akhir Juni ketika rebalancing indeks LQ45 dan IDX30 mulai dieksekusi oleh dana syariah dan reksa dana indeks. Untuk mengetahui sektor mana yang berpeluang menjadi lokomotif berikutnya dan bagaimana memosisikan portofolio agar tak tertingkap rotasi tadi, simak ulasan lengkap di bawah ini.
Volume transaksi hari ini—37,17 miliar lembar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,14 juta kali senilai Rp17,06 triliun—menandakan bahwa investor ritel mulai aktif mengintip kesempatan setelah pelemahan beberapa sesi sebelumnya. Angka frekuensi yang tinggi cenderung menunjukkan tarik-menarik antara buyer dan seller di level harga tertentu, sehingga rentang support-resistance bisa lebih jelas terbentuk. Bagi Anda yang menantikan momentum lanjutan, data volume seperti ini layak dicermati karena sering mendahului pergerakan tren jangka pendek berikutnya, terutama bila disertai sentimen positif dari sektor unggulan. Mari kita telusuri lebih dalam kira-kira sektor apa yang menjadi motor penggerak hari ini dan bagaimana peluangnya di sesi perdagangan berikutnya.
Pergerakan hari ini menunjukkan bahwa ketertarikan beli tidak hanya menyebar di saham-saham gorengan, ternyata juga masuk ke emiten berkapitalisasi besar: IDX30—keranjang 30 saham paling likuid—naik 0,59% ke 419,82 sehingga mulai menjauh lagi dari support psikologis 415, sementara JII yang berisi 30 emiten syariah unggulan melonjak 1,29% ke 534,15, sekaligus memperpanjang reli empat hari beruntun. Artinya, dana asing maupun dana lokal cukup percaya diri menaikkan exposure di konstituen MSCI Indonesia. LQ45 yang menjadi barometer saham medium-larges cap juga ikut 0,50% lebih tinggi di 808,80; bila level 810 dapat dipertahankan dalam penutupan, maka potensi katalis lanjutan dari rebalancing indeks akan terbuka. Satu-satunya yang masih berjuang adalah Sri-Kehati—basket saham yang mengedepankan ESG—menguji zona 375 karena tekanan profit taking di emiten pertambangan dan konsumer berbasis bahan baku impor. Berikut ini sektor apa yang paling banyak menyeret indeks hijau serta pendorong sentimennya.
Penguatan berkelanjutan tercermin dari dominasi sektor-siklikal—consumer discretionary, material, dan industri—yang naik 2,39% dan menjadi motor utama laju IHSG. Di belakangnya, emit-emit infrastruktur yang baru menyelesaikan rights issue (seperti JSMR dan WIKA) membantu sub-sektor ini melonjak 2,34%, sementara sentimen kenaikan harga minyak dunia menaikkan energi 2,11%. Teknologi—didorong BYTEDANCE yang kembali melirik GoTo sebagai mitra lokal—ikut menyumbang 2,20%. Properti, meski masih terbebani utang US Dollar, masih mampu rebound 1,61% berkat gencarnya penawaran diskon pra-Lebaran. Artinya, aliran dana tidak hanya mengejar beta tinggi, tapi mulai berputar ke aset yang benar-benar berprospek kinerja triwulan I-2024. Bagaimana jika sentimen positif ini berlanjut ke sesi perdagangan besok?
Dibandingkan reli tiga hari lalu yang didorong emiten konsumen, kali ini bahan baku (seperti emiten tambang dan pupuk) menjadi ketengan setelah komoditas batubara dan nikel berjangka membalik. Sentimen serupa mengangkat sektor industri—terutama manufaktur logam dasar—yang memang masih diskon pasca-efek kenaikan suku bunga BI. Transportasi mendapat angin segar dari revisi tarif angkutan, sementara non-siklikal (ayam, rokok) dan keuangan baru mengikuti arus, sehingga potensi lanjutan masih terbuka bila dana asing benar-benar kembali masuk. Apakah penguatan ini cukup kokoh atau hanya rebound teknikal? Mari cek tiga sinyal berikut.
Satunya-satunya noda hijau di papan hari ini datang dari sektor kesehatan yang tergerus 0,26%, tertekan aksi profit-taking di saham berkapitalisasi besar seperti KLBF yang turun 0,42%. Meski tipis, penurunan ini cukup mencuri perhatian karena sejak awal Juni lalu sektor farmasi memang sudah jadi “safe haven” ketika IHSG goyah—sehingga pelemahan hari ini justru mengingatkan investor bahwa tidak ada lokasi yang benar-benar aman saupun indeks mulai rebound. Apakui ini sinyal bahwa aliran dana akan berpindah ke sektor yang lebih pro-siklik, atau sekadar koreksi sehat menunggu sentimen baru? Mari simak lemparan dana asing di sesi kedua.
Saham Kenaikan Tertinggi & Penuruan Terbesar di IHSG Hari Ini
Di tengah penguatan IHSG yang ditopang aliran dana asing, tiga emiten ini justru tampil sebagai “pemain luar biasa”: Bank Mayapada Internasional (MAYA) memperkuat sentimen sektor keuangan pasca pelunakan kebijakan BI terhadap beberapa bank menengah, Tripar Multivision Plus (RAAM) mengekspansi lini konten digital-nya yang mulai tampak di laporan keuangan kuartal terakhir, serta MNC Digital Entertainment (MSIN) yang menikmati efek momentum konten lokal ramai kuartal kedua. Kinerja mereka hari ini—meski belum tentu berlanjut—memberi sinyal bahwa investor masih berburu beta tinggi di luar papan utama, terutama bila cerita pertumbuhan pendapatan masih bisa dipresentasikan secara meyakinkan; pertanyaannya, apakah sentimen serupa akan menular ke saham-saham kecil lain yang baru-baru ini dilaporkan tengah mengejar restrukturisasi utang atau ekspansi pasar.
Di antara ratusan saham yang berkontraksi hari ini, tiga emiten menarik perhatian: PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) tercatat paling terdepresiasi setelah investor mengalihkan minat dari sektor teknologi yang sejak awal tahun sudah overbought, PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) tergerus aksi profit-taking pascarilis laporan keuangan kuartal I yang dinilai belum memenuhi ekspektasi, sementara PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) turun dipicu pelemahan harga pulp global yang kembali membayangi margin produsen kertas domestik. Meski tampak sebagai “sorotan merah”, penurunan ini justru bisa jadi sinyal awal pembelian selektif—terutama jika Anda mengincar valuasi yang lebih menarik. Bagaimana dengan prospek mereka di pekan depan? Mari kita telusuri faktor penggerak yang masih berkembang.
Di tengah penguatan IHSG 1%, ketiga saham ini bukan sekadar ramai di papan transaksi—mereka mencerminkan sentimen global yang kini berpihak ke komoditas energi dan mineral strategis. BUMI dan BRMS masih menikmati harga batubara tinggi akibat larangan ekspor dari China, sementara MBMA menggiring optimisme kendaraan listrik yang didorong subsidi baterai di Amerika Serikat dan Eropa. Bagi investor ritel, volume tinggi bisa jadi sinyal likuiditas, tapi cek dulu rasio buy-sell asing: jika asing terus net-sell, rallynya bisa pendek. Mari telusuri faktor pendukung lain agar Anda tak tertangkap oleh eufori semalam.