IHSG Melemah ke 8.008: 410 Saham Terkoreksi, Cek Sektor yang Masih Naik

IHSG Melemah ke 8.008: 410 Saham Terkoreksi, Cek Sektor yang Masih Naik

IHSG hari ini (18/9) berbalik turun 0,21% ke 8.008 setelah sempat menguat di awal sesi, menandai penutupan kedua berturut-turut di bawah resistance 8.050. Tekanan terbatas ini sejalan dengan pelemahan bursa regional yang terimbas aksi ambil untung investor pasca reli kemarin, sementar rupiah masih bertahan di kisaran Rp15.420/US$—level yang masih memberi ruang bagi emiten berbasis dolar. Bagi investor ritel, koreksi ini bisa jadi momen untuk seleksi ketat: tonton saham-saham consumer dan telekomunikasi yang masih bergerak di zona hijau, sekaligus siapkan cash buffer jika IHSG kembali menguji support psikologis 7.950 dalam beberapa hari ke depan. Apa saja catalyst lokal yang masih bisa menopang IHSG di pekan ini?

IHSG berakhir di zona merah, turun 17 poin (-0,21%) ke 8.008 pada penutupan Kamis, setelah reli tiga hari terhenti di resistance 8.025. Tekanan terlihat dari 410 kode saham yang berbalik koreksi, namun investor masih bisa menemukan ‘pintu hijau’ di sektor pertambangan (+0,8%) dan properti (+0,6%) yang bertahan naik berkat harga komoditas global yang kokoh serta sentimen relaksasi LTV baru. Volume transaksi masih di atas rata-rata 20 hari, menandakan aksi ambil untung terbatas dan peluang rotasi sektor masih terbuka. Apa saja saham yang masih menguat, dan apakah tren ini akan bertahan di akhir pekan?

Di tengah tekanan jual yang mewarnai perdagangan hari ini, sebanyak 410 saham mencatatkan pelemahan—jumlah yang hampir dua kali lipat dari saham-saham yang berhasil menguat (261 emiten). Data RTI Business menunjukkan volume perdagangan mencapai 44,54 miliar lembar dengan nilai transaksi Rp21,93 triliun, menandakan aktivitas investor masih tinggi meskipun IHSG terkoreksi ke level 8.008. Volume tinggi ini bisa menunjukkan bahwa sebagian pelaku pasar memanfaatkan momentum pelemahan untuk akumulasi, namun bisa juga indikasi profit taking terbatas. Perhatikan sektor-sektor yang masih bertahan di zona hijau, karena ini bisa menjadi kunci untuk menavigasi volatilitas di sesi berikutnya.

Lima dari enam indeks acuan pasar modal Indonesia ditutup merah, menandai tekanan jual yang terjadi hampir di seluruh lini. Penurunan paling tajam terlihat di Sri-Kehati (-1,18%), sehingga level 370 terasa semakin jauh dari rekor awal tahunnya; koreksi ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap saham-saham bertema ESG yang sejak pekan lalu mulai ditekan arus keluar dana hijau global. LQ45 (-0,73%) dan IDX30 (-0,72%) ikut tergerus, memperlihatkan bahwa besar-kecilnya kapitalisasi tak lagi jadi tameng ketika sentimen risk-off muncul. Sebaliknya, JII hanya menyusut tipis -0,11%, memperkuat hipotesis bahwa investor masih bertahan di emiten-emiten syariah berfundamental kokoh, terutama bank dan consumer staples yang notabene berposisi defensif. Apabila rilis data inflasi AS malam ini kembali membawa tekanan ke pasar berkembang, kita perlu melihat apakah sektor “cemas aman” ini masih sanggup mempertahankan performa—atau justru akan menjadi katalis penguatan berikutnya.

Di tengah tekanan IHSG yang kembali ke kisaran 8.008, aliran dana tampak selektif menempatkan posisi di sektor yang berbasis ekspor dan berorientasi global: teknologi, transportasi, serta energi. Penguatan teknologi—yang paling progresif hari ini—didukung rebound saham chip-maker dan emiten software setelah rilis data inflasi AS yang lebih lunak, menurunkan risiko suku bunga The Fed lebih agresif. Sektor transportasi mengikuti sentimen serupa karena lonjakan tarif angkutan laut dan udara menjelang puncak musim liburan di belahan utara, sementara energi diperkuat harga minyak mentah Brent yang bertahan di atas US$ 82/barel. Investor lokal bisa memanfaatkan momentum ini untuk menilik emiten-emiten berkapitalisasi menengah di ketiga sektor tersebut yang notabene masih terdiskon 5–10% dari puncak Juni lalu; tentu saja, tetap perhatikan cuan-taking di sesi berikutnya karena pelemahan rupiah masih berisiko memicu profit-taking cepat. Mari kita lihat siapa saja saham pilihan yang masih berada di zona akumulasi di pembahasan berikut.

Dibelakang layar, aksi ambil untung investor institusi nyatanya lebih menyakitkan di sektor yang selama ini jadi mesin dividen: keuangan turun 0,84% setelah BNII, BBNI, dan BBCA bergerak merah, mempercepat arus keluar dana asing sebesar Rp 343 miliar di sub-sektor bank. Kontraksi serupa terjadi di properti (-0,66%) karena pengembangan menahan peluncuran proyek baru menunggu kebijakan suku bunga acuan, sementara consumer non-siklikal (-0,53%) terbebani harga komoditas global yang masih volatil sehingga tekanan margin tak kunjung mereda. Infrastruktur (-0,35%) masih berusaha menyerap risiko proyek IKN, dan kesehatan (-0,01%) hampir flat karena investor mengalihkan perhatian ke saham-saham reopening. Bila tekanan jual berlanjut, level 7.950—yang menjadi pijakan psikologis sejak awal Mei—kembali menjadi ujian nyata; apakah Anda sudah menyiapkan watchlist untuk antisipasi rebound atau justru akan memperkuat posisi di sektor yang masih bertahan? Mari selidiki lebih dalam kekuatan masing-masing pilar tersebut.

Saham Top Gainers dan Top Losers

Di tengah tekanan sentimen global dan aksi ambil untung jelang akhir pekan, tiga emiten yang berhasil berenang melawan arus adalah Barito Pacific (BRPT), Petrosea (PTRO), dan Surya Citra Media (SCMA). BRPT didukung optimisme transisi energi setelah indikasi kuat bakal memperluas portofolio pembangkit terbarukan, sementara PTRO mendapat angin segar dari kontrak baru pertambangan yang nilainya diperkirakan menambah pendapatan hingga kuartal III/2024. SCMA, di sisi lain, masih menikmati penguatan iklan politik menjelang pileg 2024, membantu margin operasional yang sebelumnya sempat tertekan karena biaya konten. Meski capaian hari ini menjanjikan, investor disarankan menakar kembali rasio risk-reward karena volatilitas sektoral bisa berbalik cepat; mari kita telusuri faktor pendukung lain yang masih berpotensi menahan laju IHSG di zona 8.000.

Di tengah pelemahan IHSG yang menyentuh level 8.008, ketiga saham ini justru berhasil menarik perhatian pasar karena menjadi top losers dengan penurunan paling dalam. AISA yang bergerak di sektor food & beverage tampaknya masih terbebani oleh tekanan margin akibat kenaikan biaya bahan baku, sementara UNIQ dari sektor pertanian terkoreksi setelah harga komoditas sawit yang masih bergejolak. BBYB sebagai bank digital juga masih menghadapi tantangan dalam mempertahankan pertumbuhan kredit yang optimal di tengah kenaikan suku bunga. Meski saat ini berada di zona merah, ketiga saham ini bisa jadi menjadi perhatian khusus bagi investor yang gemar berburu saham diskon, terutama jika melihat potensi reboundnya. Namun, sebelum memutuskan entry, ada baiknya kita simak dulu sektor-sektor apa saja yang masih berhasil bertahan di zona hijau hari ini.

Di tengah tekanan sentimen global dan aksi ambil untung pekan lalu, tiga emiten ini justru ramai diperdagangkan: BWPT (Eagle High Plantations) yang menguat didukung sentimen harga CPO mentah di kisaran Rp11.000/kg, BUMI (Bumi Resources) yang rebound setelah pelunasan obligasi menepis kekhawatiran default, serta MLPL (Multipolar) yang diborong investor karena kinerja retail Lotte awal kuartal II di atas ekspektasi. Ketiganya menunjukkan bagaimana cerita korporat—bukan indeks besar—masih bisa menghidupkan volatilitas harian, sehingga worth it untuk menyisipkan saham berfundamental ringan tapi likuid dalam watchlist Anda. Bagaimana cara memilah mana yang cukup untuk swing dan mana yang lebih baik dikunci jangka pendek? Mari telusuri teknik entri pada pembahasan berikut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *